Aspek Historis korban suci ( Bhuta Yadnya ) yang lebih dikenal dengan sebutan Caru Mejaga Jaga di Desa Adat Besang kawan Tohjiwa, Kelurahan Semarapura Kaja, Kecamatan Klungkung Kabupaten Klungkung Provinsi Bali adalah sebuah praktik tradisi keagamaan yang digelar sejak kehadiran para migran dari desa asalnya Desa Tohjiwa dari Kerajaan Karangasem pada Tahun 1750, pasca Perang Karangasem – Klungkung. Para migran dari Desa Tohjiwa dan Desa tetangga dari wilayah Kerajaan Karangasem berdatangan menyerahkan diri ke kerajaan Klungkung. Mereka bersama keluarga bermigrasi ke Klungkung menyerahkan diri kepada Raja Klungkung Ida Dewa Agung di Klungkung. Para migran yang datang membawa serta barang-barangnya dan produk budaya yang berupa benda Pusaka: Kentongan (Kulkul), Tombak, Keris, Parang Sudamala, dan Non Benda berupa Tradisi Ritual Keagamaan “ korban suci “ yaitu persembahan suci kepada unsur-unsur alam semesta ( Panca Mahabuta), Caru Mejaga-Jaga. Ritual korban atau persembahan suci ( Bhuta Yadnya ) Caru Mejaga Jaga dilaksanakan setelah para migran diterima oleh Ida Dewa Agung Raja Klungkung dan diberikan untuk pola menetap yang diberi nama Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa. Nama Tohjiwa diabadikan untuk mengenang Desa Adat asal migran yaitu Desa Tohjiwa dari Kerajaan Karangasem. Sejak pola menetap di Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa Tahun 1750, tradisi ritual Mecaru Mejaga Jaga, sebagai waisan budaya tak benda selalu dilaksanakan setiap tahun yaitu pada saat bulan mati ( Tilem ) pada bulan Bali yaitu bulan kedua (Sasih Karo).