Upacara adat Mbah Bregas merupakan upacara adat yang berlangsung di dusun Ngino, Margoagung, Seyegan, Sleman, Yogyakarta. Upacara adat ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat dan rezeki yang diberikan Tuhan pasca panen, sekaligus perwujudan penghormatan kepada leluhur masyarakat yaitu Mbah Bergas. Pelaksanaan upacara adat ini satu tahun sekali pada jumat kliwon di bulan Mei, dan berlangsung turun temurun sejak jaman majapahit oleh Mbah Bergas, meskipun dulu hanya berlangsung secara sederhana.
Mbah bergas adalah pengikut setia Sunan Kalijaga untuk menyebarkan syiar agama Islam di wilayah Ngino Margoagung dan sekitarnya. Beliau juga dipercaya sebagai pendiri dusun Ngino. Mbah Bergas sangat dihormati oleh warga Ngino oleh karena itu sampai sekarang masyarakat tetap melaksankan upacara adat tersebut dan mengganti namanya menjadi upacara adat Mbah Bergas guna mengenang jasa-jasa Mbah Bergas sebagai sesepuh di dusun Ngino.
Acara ini dibagi menjadi dua bagian yakni bersih desa dan kirab budaya. Upacara adat bersih desa ini dilaksanakan sebagai perwujudan rasa syukur dan permohonan kepada Tuhan, agar mendapatkan berkah dan kesejahteraan serta perlindungan dari segala bencana. Lokasi wajib dalam prosesi upacara bersih desa ini terkait dengan lokasi-lokasi yang berhubungan dengan aktifitas Mbah Bergas selama hidupnya, yaitu Pohon Beringin sebagai tempat bertapa, Sendang Planangan yang biasa digunakan beliau untuk kehidupan sehari-hari, Kramat sebagai lokasi pertemuan Mbah Bergas dengan Sunan Kalijogo, dan makam Mbah Bergas.
Prosesi upacara dilaksanakan selama 2 hari dimulai dari hari Kamis Wage sampai hari Jumat Kliwon, yang dimulai dengan pasang tarub, pemberian sesaji di Ngringin, Sendang Planangan dan Kramat, berupa tumpeng dan jajan pasar. Acara inti adalah ziarah ke makam Mbah bergas yang dilanjytkan dengan membaca doa dan tahlilan di Balai Dusun Ngino, dan dilanjutkan tirakatan pada malam harinya. Hari jumat dilaksanakan pengambilan air sendang untuk menyiram pohon beringin sebagai symbol menghidupkan dan melestarikan budaya. Selanjutnya dilaksanakan pergelaran wayang siang dengan lakon “Sri Mulih” untuk mengharap kemakmuran, dan dilanjutkan dengan kirab dengan gunungan. Di akhir upacara adalah ngalap berkah dengan memperebutkan gunungan yang telah dikirab dan didoakan. Akhir dari rangkaian upacara adat ini adalah pengajian dan ditutup dengan pergelaran wayang kulit semalam suntuk. Pergelaran wayang kulit adalah bentuk acara untuk menghormati Sunan Kalijaga, dengan mengambil lakon kepada dakwah Islam yaitu Jimat Kalimasada, Dewaruci, Petruk Jadi Ratu.
Rangkaian Upacara Adat : Upacara dimulai sehari sebelum hari Jumat Kliwon. Saat puncak pelaksanaan upacara adat Bersih Desa Mbah bregas. Upacara diawali dengan ziarah kubur dan setelah maghrib di adakan tahlilan, bertempat di Bangsal (balai dusun). Pada malam hari sekitar pukul 19.00 – 19.30 dilakukan persiapan penataan pengambilan air di Sendang Planangan. Personil pengambil air terdiri dari Ki Jagabaya sebagai pimpinan diikuti oleh sepuluh orang perabot desa; pembawa klenthing (tempat air) tujuh orang wanita, ulama, rombongan selawat; rombongan pembawa granggang (bamboo runcing), yang semuanya didampingi pembawa obor sebanyak dua puluh orang. Setelah semua persiapan selesai, rombongan pengambilan air ke Sendang Planangan diberangkatkan. Rombongan dipimpin Ki Jagabaya, dan seorang Pandhega sebagai komandan barisan. Di Sendang Planangan, pembawa klenthing untuk mengisi air mengikuti Ki Jagabaya.
Ki Jagabaya sebagai pimpinan rombongan meminta kepada Ki Juru Warih untuk mengambil air di Sendang Planangan. “Kepareng matur ki Juru Warih ing Sendang Planangan, awit minangkani panyuwunanipun para warga niat badhe ngalap berkah lekasipun Eyang Bregas ingkang agung lelana broto remen tetulung dhateng sak sintena kemawon ingkang mbetahaken pitulungan kanthi sarana mendhet tirta ing Sendang Planangan. Mekaten atur kulo mugi ndadosna ing pemerso”. “Perkenankan kepada Ki Juru Warih menyampaikan permohonan warga yang berkehendak mengambil air di Sendang Planangan dengan niat mendapatkan restu Eyang Bregas yang bertapa, suka menolong kepada siapa saja yang membutuhkan pertolongan dengan cara mengambil air Sendang Planangan. Begitulah kami menyampaikan permohonan warga dan mohon dimaklumi.”
Setelah Ki Jagabaya menyampaikan permintaan warga dan mengutarakan niat warga, Ki Juru Warih memerintahkan Ki Jagabay untuk mempersiapkan klenthing yang jumlahnya tujuh wadah air, yang dimaknakan sebagai berikut : Tirta (air) Panggesangan (=kehidupan) Tirta Kasucen (=kesucian, kemurnian) Tirta Usada (=kesehatan, penyembuhan) Tirta Kamulyan (=kemuliaan, kebahagiaan) Tirta Kasuburan (=kesuburan) Tirta katentreman (=ketentraman) Tirta Karukunan (=kerukunan).
Selama pengambilan air dilakukan, para santri yang menyertai membaca tahlil. Pembacaan tahlil ini atas perintah Ki Juru Warih. Para santri berhenti membaca tahlil setelah semua klenthing yang berjumlah tujuh buah berisi Sendang Planangan. Ki Jagabaya pun mengucapkan terima kasih kepada Ki Juru Warih dan mohon pamit, kembali untuk menyampaikan laporan kepada Ki Lurah bahwa tugas pengambilan air di Sendang Planangan telah dilaksanakan. Klenthing yang berisi air Sendang planangan disimpan di rumah Kepala Dusun XII dan akan dikirabkan pada pelaksanaan upacara siang harinya, hari Jumat. Air yang diambil dari Sendang Planangan itu disebut Tirta Saptomulyo (karena mengandung tujuh nilai/rasa sperti disebutkan di atas). Pada keesokan harinya, Jumat, sebelum pelaksanaan upacara (prosesi upacara), pagi hari sekitar pukul 09.00 – 12.00 siang diadakan pergelaran wayang kulit di rumah Kadus XII Ngino. Setelah waktu Sholat Jumat selesai sekitar pukul 14.00-15.00 peserta upacara harus sudah siap di halaman Balai Dusun.
Mbah Bergas adalah suatu tradisi yang terus menerus dilakukan dan dilestarikan oleh masyarakat Desa Margoagung dari generasi ke generasi. Ritual Mubêng Wringin Mbah Bergas selain sebagai tradisi penghormatan kepada Mbah Bergas juga mempunyai arti tersendiri baik secara filosofis ataupun teologis yang terkait dengan pernikahan dan kesuburan. Upacara Mbah Bergas memiliki peran yang sangat penting dalam ritus kehidupan masyarakat Ngino, Sayegan. Keberadaan upacara ini mampu memberi kan dampak sosial ekonomi maupun edukasi budaya. Dari sisi sosial, upacara ini menjadi ruang sosialisasi dan ruang gerak sosial masyarakat untuk bergotong royong. Dari sisi ekonomi, dengan diakannya upacara ini roda ekonomi di dusun semakin berkembang dari sisi kuliner dan uborampe keperluan dari penyelenggaraan upacara ini. Dari sisi budaya, upacara ini mampu memberikan berbagai macam pembelajaran budaya bagi semua kalangan umur khususnya masyarakat dusun Ngino dan masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan.