Ritual Mappadendang adalah suatu ritual untuk syukuran pane padi. Upacara ini adalah sebuah adat yang berasal dari masyarakat bugis dari zaman dahulu. Upacara ini biasanya dilakukan setelah panen raya ketika memasuki musim kemarau. Ritual ini biasanya dilaksanakan pada malam hari.
Komponen utama dalam acara ini yaitu 6 perempuan, 3 pria, bilik Baruga, lesung, alu, dan pakaian tradisionil yaitu baju Bodo. Para perempuan yang beraksi dalam bilik baruga disebut Pakkindona, sedang pria yang menari dan menabur bagian ujung lesung disebut Pakkambona. Bilik baruga terbuat dari bambu, serta memiliki pagar yang terbuat dari anyaman bambu yang disebut Walasoji.
Upacara biasanya berlangsung hingga tengah malam. Namun, pada acara- acara tertentu seperti pembukaan acara dan pertunjukkanbagi tamu asing dan wisatawan dilakukan di siang hari. Tradisi ini sudah dijalankan secara turun temurun. Semua orang melakukan mappadendang ketika musim panen sudah tiba.
Saat musim panen tiba para warga biasanya memotong ujung batang padi dengan ani-ani. Ani-ani adalah sebuah pisau pemotong yang ukurannya kecil. Jika padi sudah terkumpul, biasanya padi hasil panenan tersebut akan dirontokkan dengan cara menumbuk dalam sebuah lesung. Suara benturan antara kayu penumbuk, yang disebut alu, dan lesung ini biasanya terdengar nyaring. Membentuk irama ketukan yang khas rancak bertalu-talu. Gerakan dan bunyi tumbukan berirama inilah yang menjadi asal-usul seni mappadendang.
Tradisi ini turun temurun. Sampai akhirnya lambat laun mulai ditinggalkan setelah pemerintah menggulirkan program intensifikasi pertanian untuk mendongkrak produktifitas ekonomi nasional.
Ritual Mappapendang ini tidak hanya dikenal di daerah Kalabbiran saja. Pada umumnya ritual ini terkenal di berbagai tempat yang penduduknya bergantung pada usaha pertanian. Dari mulai turun ke sawah hingga pane nada ritualnya. Misalnya ritual appalili sebelum membajak tanah dan ketika menyimpan bibit padi di tempat khusus. Ketika panen tiba digelarlah ritual panen raya atau katto bokko.
Adapun permainan Mappadendang itu, dapat di dasarkan dari bunyi tumbukan alu ke lesung yang silih berganti sewaktu menumbuk padi. Kemudian iramanya dikembangkan menjadi Appa?dendang dengan menambah bobot iramanya. Irama inilah yang disebut unsur musiknya. Sedangkan unsur tarinya dapat dijumpai dalam pelaksanaan menumbuk padi (mannampu ase), disertai dengan gerakan menari yang bersatu (masseddi,Bugis dan assere, Makassar) sambil memainkan alunya. Kemudian berkembang lagi, pada saat penonton melakukan dialog atau janji pemain dan inilah disebut unsure teater.