Diceritakan abdi dalem penongsong yang bernama Kyai dan Nyai Wirosuto, bertugas membawa paying kebesaran pada masa Sultan Hamengkbuwana I ketika masih bertahta di Ambarketawang. Ketika keraton pindah ke Yogyakarta, Kyai dan Nyai Wirosuto tetap tinggal di Ambarketawang. Mereka kemudian menjadi penggali/penambang batu kapur. Pada saat sedang menambang batu kapur, kyai dan Nyai Wirosuto terkena musibah. Mereka bersama keluarganya dan hewan ternaknya meninggal dunia tertimbun longsoran gunung gamping (kapur). Mendengar kabar musibah tersebut, kemudian sang raja memerintahkan melaksanakan upacara dengan maksud untuk mengenang jasa dari Kyai dan Nyai Wirosuto. Peristiwa itulah yang melatarbelakangi dilaksanakannya upacara bekakak.
Upacara tersebut dilaksanakan setiap tahun sekali. Dalam perkembangan selanjutnya upacara ini menjadi tradisi pada masyarakat Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Namun demikian upacara tersebut kemudian juga dikenal dengan nama upacara adat Saparan Gamping.
Tradisi Saparan Gamping juga disebut upacara bekakak. Sebab boneka bekakak sebagai sesaji utamanya yang tidak boleh ditinggalkan. Bekakak adalah sepasang boneka yang dibuat menyerupai pengantin (sepasang pengantin) yang dibuat dari bahan beras ketan. Boneka tersebut di dalamnya berisi cairan gula jawa. Dengan demikian, ketika dipotong lehernya (disembelih) juruh atau cairan tersebut keluar mengalir menyerupai darah dari tubuh boneka pengantin bekakak tersebut.
Tempat pelaksanaan upacara bekakak di Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kab. Sleman. Upacara ini dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 10-20 bulan Sapar, dimulai pukul 14.00 dan penyembelihan boneka bekakak pada pukul 16.00 WIB. Upacara bekakak diawali dari Balai Desa Ambarketawang dengan arak-arakan menuju ke Gua Gung. Di gua ini penyembelihan bekakak pertama dilaksanakan, kemudian menuju Gunung Kliling dan di sini penyembelihan bekakak kedua, kemudian diakhiri dengan pemberian sasaji dibekas poesanggrahan Ambarketawang.
Tujuan dilaksanakannya upacara bekakak atau Saparan tersebut adalah sebagai ungkapan penghormatan kyai dan Nyai Wirosuto sekeluarga, sebagai cikal bakal dan leluhur masyarakat Gamping.