Lintang: -6.0380900
Bujur: 106.1560650
Keraton/Benteng yang disebut dengan nama Surosowan diperkirakan berdiri pada abad ke-17. Keraton/Benteng ini bukanlah tempat tinggal sultan yang pertama didirikan di Banten. Tempat tinggal sultan Banten yang pertama, diduga didirikan di dekat Karangantu. Keraton/Benteng Surosowan diperkirakan dibangun antara tahun 1526-157- saat Pemerintahan Sultan Banten yang pertama yaitu Sultan Maulana Hasanudin. Sejarah pembangunan keraton ini tidak lepas dari pemberian wilayah yang diserahkan oleh Sunan Gunung Jati kepada anaknya Sultan Maulana Hasanudin. Keraton/Benteng Surosowan dibangun dalam beberapa tahap dan sedikitnya melalui empat fase. Pada fase pembangun awal, dinding yang mengelilingi keraton lebarnya antara 1-- meter sampai 125 meter. Dinding tersebut dibuat tanpa bastion dan dibangun dari susunan bata berukuran besar yang dicampur dengan tanah liat (lempung). Fase pembangunan pertama diperkirakan terjadi pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1552 -157-). Pada masa pembangunan fase kedua, didirikan dinding bagian dalam dan bastion. Dinding bagian dalam berfungsi sebagai penahan tembakan. Antara fase pertama dan kedua telah terjadi perubahan fungsi dinding, yaitu dari yang berfungsi sebagai tembok keliling kemudian menjadi tembok pertahanan dengan unsur-unsur Eropa. Pada masa ini, Keraton Surosowan disebut sebagai Fort Diamant (fort : benteng, diamant : intan) oleh pihak Belanda. Pembangunan fase ketiga adalah tahap pendirian ruang-ruang di sepanjang dinding utara, penambahan lantai untuk mencapai dinding penahan tembakan (parapet). Pada pembangunan fase keempat, dilakukan perubahan pada gerbang utara dan diperkirakan juga pada gerbang timur. Keraton/Benteng Surosowan ini telah mengalami penghancuran beberapa kali hingga saat ini. Kehancuran total yang pertama kali terjadi ketika “perang saudara” antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putra mahkota Sultan Haji yang dibantu oleh VOC pada tahun 168-. Akibat perang ini, Keraton/Benteng Surosowan dibumihanguskan oleh Sultan Ageng Tirtayasa sebelum melanjutkan perlawanan dari Tirtayasa. Setelah Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten yang merupakan pengganti ayahnya, ia meminta bantuan seorang arsitek Belanda, Hendrik Laurenzns Cardeel, untuk membangun kembali keratonnya. Cardeel meratakan dan kemudian membangun kembali keraton tersebut di atas puing-puing reruntuhan keraton. Atas jasanya, ahli bangunan berkewarganegaraan Belanda yang masuk islam ini diberi gelar oleh Sultan dengan nama Pangeran Wiraguna. Kehancuran kedua terjadi pada tahun 18-8, Keraton/Benteng Surosowan dihancurkan oleh pihak Belanda yang dipimpin oleh Gubernur Jendral VOC saat itu bernama Herman William Daendels. Asal muasal penghancuran Keraton/Benteng Surosowan adalah ketika Komondeur Philip Pieter du Puy yang merupakan utusan Gubernur Jenderal Daendels meminta kepada pihak Kesultanan Banten: - Sultan harus mengirimkan 1--- orang rakyat setiap hari untuk dipekerjakan di Ujung Kulon. - Menyerahkan Patih Mangkubumi Wargadiraja ke Batavia - Sultan supaya segera memindahkan keratonnya ke daerah Anyer, karena Surosowan akan dijadikan benteng Belanda Namun, pihak Kesultanan Banten dengan tegas menolak dan membunuh Du Puy beserta pasukannya. Mengetahui hal tersebut, Gubernur Jendral Daendels langsung memerintahkankan pasukannya untuk menyerang dan menghancurkan Keraton/Benteng Surosowan yaitu tepatnya pada 21 November 18-8. Riwayat Penanganan (Penelitian dan Pelestarian) Situs Cagar Budaya Keraton/Benteng Surosowan telah dilakukan beberapa kali perbaikan, terakhir pada tahun 1977/1978-1987/1988 dipugar oleh Proyek Sasana Budaya dan Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Banten.